Cak Nun "Menggali" Kenapa Manusia Berat Shalat?
Cak Nun |
---
EMHA
Ainun Nadjib atau Cak Nun berdialog dengan jamaah Maiyah. Yang didialogkan
tentang shalat. Pembahasannya seru.
Sebelum sampai di situ, Cak Nun memantik dengan hukum makan.
Makan wajib atau tidak? Tidak ada fatwa yang mewajibkan makan. Maka makan tidaklah wajib. Tanpa disuruh pun manusia butuh makan.
Dijelaskan cendekiawan muslim ini, kewajiban diturunkan oleh Allah, untuk hal-hal yang manusia malas atau berat melakukan.
“Kalau kamu punya motivasi untuk melakukannya tidak perlu diwajibkan,” tandas Cak Nun.
Misalnya makan. Tidak perlu diwajibkan. Tidak diwajibkan saja sudah makan dengan lahap. Tidak diwajibkan pun pasti makan.
Nikah juga begitu. Tidak diwajibkan, juga ada hasrat untuk menikah.
“Wis mesti rabine. Gawe opo diwajibke (sudah pasti menikah, untuk apa diwajibkan),” jelas pria kelahiran Jombang yang kini menetap di Yogyakarta ini.
Dikatakan Cak Nun, kewajiban itu biasanya dilakukan atau diterapkan pada posisi di mana manusia tidak cenderung melakukannya.
“Entah tidak suka, entah tidak mampu, entah tidak apa gitu ya…Saya kira sebelum filsafat ushul fiqih, ada pertimbangan itu.”
BACA JUGA: 100 Persen Laba Milik Mitra HANIYA Fried Chicken, Harga Kaki Lima Kualitas Resto
Dijelaskan, kalau sesuatu sudah diwajibkan, berarti harus tahu bahwa itu memang sukar atau berat dalam menjalankan kewajiban itu.
Sedangkan untuk hal yang tidak diwajibkan, orang bisa mudah dalam melakukannya. Yang memberi motivasi untuk melakukan sesuatu hal yang tidak diwajibkan, menjadi hukum alam atau sunatullah. Tanpa diperintahkan pun manusia melakukannya.
“Nah, kalau sesuatu diwajibkan, karena dasarnya adalah orang itu tidak suka atau tidak cenderung. Maka si manusia itu sendiri yang harus menemukan sendiri apa motivasinya atau alasannya.”
“Jadi sekarang masalahnya, kamu harus menemukan alasan shalat itu untuk apa? Kamu harus cari. Supaya kamu bisa menikmati nanti. Sekarang kamu tidak bisa menikmati shalat karena kamu tidak punya alasan (untuk melakukan shalat),” tandas Cak Nun dalam dialognya.
“Sekarang aku tanya. Apa kira-kira alasan orang shalat. Motivasinya? Ada apa saja, kira-kira?”
“Bersyukur,” jawab salah satu jamaah.
“Bisa merasakan manis, bisa merasakan pahit, bisa merasakan asin, bisa bangun tidur tiap hari, masak saya tidak berterima kasih kepada Allah,” timpal Cak Nun.
Gusti Allah menyuruh shalat lima kali, maka shalat dalam rangka bersyukur.
“Apa lagi,” tanya Cak Nun ke jamaah.
“Pahala,” jawab jamaah.
“Bati, golek bati (untung, cari untung). Itu yang umum. Banyaknya begitu. Tapi tidak terlalu dalam itu. Jadi motivasinya belok ke pahala. Dan tidak fokus ke Allah. Tapi tidak apa-apa juga,” timpal Cak Nun lagi.
“Lainnya?” tanya ke jamaah lagi.
“Takut neraka,” jawabnya satu orang yang diiyakan jamaah lain.
Penekanan dari Cak Nun, temukan alasan kenapa harus shalat?
Manusia hidup ini sudah diberi sedemikian rupa. Semua diatur secara imbang. Kaki manusia diciptakan oleh Allah. Tangan manusia juga demikian.
“Bayangkan kalau panjang jarinya sama.”
Rambut manusia apalagi. Bayangkan kalau alis atau jenggot, pertembuhannya tidak dibatasi. Bisa-bisa tubuh ini penuh rambut semua.
Kalau Allah mengatur. Maka kita juga bertermakasih ke Allah. Jalankan shalat.
Cak Nun juga menjelaskan tentang turunnya shalat yang diwajibkan kepada umat Nabi Muhammad SAW. Pertama diperintahkan untuk menjalankan shalat 50 kali sehari semalam.
Dalam menerima perintah itu, Nabi Muhammad dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa hingga menembus tujuh lapisan langit yang dikenal dengan peristiwa Isra Miraj.
SIMAK JUGA: Ikut Vaksin Covid atau Tidak? Ini Komentar Cak Nun
Dalam peristiwa itu, Rasulullah SAW mendapat perintah dari Allah untuk melaksanakan shalat sebanyak 50 waktu. Perintah tersebut kemudian diceritakan oleh Rasulullah SAW ke Nabi Musa AS di langit ke enam sesuai menghadap Allah SWT.
Setelah itu, lalu Nabi Muhammad turun sampai ke tempat Nabi Musa.
Maka Nabi Musa bertanya kepada Nabi Muhammad.
“Apakah
yang diwajibkan oleh Rabbmu atas umatmu?”
Nabi Muhammad menjawab.
“50 kali shalat untuk setiap harinya.”
Nabi Musa berkata.
“Kembalilah kepada Rabbmu, lalu mintalah keringanan dari-Nya. Karena, sesungguhnya umatmu niscaya tidak akan kuat melaksanakannya; aku telah mencoba Bani Israel dan telah menguji mereka.”
Maka Nabi Muhammad kembali kepada Allah. Lalu memohon.
“Wahai Rabbku, ringankanlah buat umatku.”
Maka Allah meringankan lima waktu kepadanya.
Lalu Nabi Muhammad kembali menemui Nabi Musa. Dan Nabi Musa bertanya.
“Apakah yang telah kamu lakukan?"
Nabi Muhammad menjawab.
“Allah telah meringankan lima waktu kepadaku.”
Tiap naik lagi, berkurang lima. Maka Nabi Musa bertanya lagi.
“Sesungguhnya umatmu niscaya tidak akan kuat melakukan hal tersebut, maka kembalilah lagi kepada Rabbmu dan mintalah keringanan buat umatmu kepada-Nya.”
Maka
Nabi Muhammad masih tetap mondar-mandir antara Rabb dan Nabi Musa. Sampai
jumlah shalat di titik lima kali shalat sehari semalam.
Meski sudah turun sangat jauh -- dari
50 ke lima -- namun sebenarnya Nabi Musa masih belum yakin dengan jumlah
tersebut.
Nabi Musa pun
berkata.
"Aku masih merasa keberatan,
mintalah lagi satu keringanan."
Nabi Muhammad menjawab.
"Aku sudah meminta keringanan kepada Tuhanku, sampai aku malu. Kini aku sudah rida dan pasrah."
Kembali ke dialog maiyah, Cak Nun berpesan kepada jamaah. Walau menjalankan shalat karena diperintah karena demi mantu (menikahi perempuan) tidak menjadi soal.
Dari dipaksa lama-lama bisa menjadi kebiasaan. Sampai bisa menemukan enaknya menjalankan shalat.
“Akhirnya shalat terus, sampai betul murni shalatmu untuk berterimakasih ke Allah. Berproses rek. Ojo langsung.”
Manusia punya sifat dinamis. (titahkita.com)
Tinggalkan Pesan di Kolom Komentar
SHARE KONTEN DAKWAH BERPAHALA
0 Response to "Cak Nun "Menggali" Kenapa Manusia Berat Shalat?"
Post a Comment