Di Balik Konsep Masjid Jogokariyan (2): Mencontoh Konsep ala Nabi Muhammad
Ustadz Muhammad Jazir. foto: republika.co.id |
---
USTADZ Muhammad Jazir ASP menjadi salah satu tokoh di balik eksistensi Masjid Jogokariyan, Yogyakarta.
USTADZ Muhammad Jazir ASP menjadi salah satu tokoh di balik eksistensi Masjid Jogokariyan, Yogyakarta.
Masjid Jogokariyan. Masjidnya tenar. Terkenal manajemennya. Ada layanan “ATM Beras”. Saldo nol rupiah. Tanggung kehilangan sepeda motor. Makan gratis. Menyediakan tempat nginap.
Ustadz Jazir lahir di Yogyakarta 28 Oktober 1962. Lulusan Fakultas Tarbiyah IAIN (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta. Ia juga pernah mengenyam bangku kuliah Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (UII).
Di masa Presiden Habibie, Ustadz Jazir, pernah mendapat penghargaan: sebagai Tokoh Perintis Gerakan Al-Quran Tingkat Nasional.
Sejak 1986, telah merintis TK Al-Quran, yang menjadi model pengajian anak-anak. Model itu merambah luas. Sukses dikembangkan di Indonesia. Bahkan hingga Asia Tenggara.
Di kepengurusan Masjid Jogokaryan, kini sebagai Ketua Dewan Syuro Takmir. Dulu, di tahun 1999, menjadi ketua takmir.
Lalu bagaimana alurnya Ustadz Jazir sampai mengonsep “Tatanan Masjid Jogokariyan”?
“Ya Memang dari kecil saya sudah tinggal dan lahir di kampung itu (Jogokariyan). Di mana mayoritas masyarakatnya jauh dari agama. Kita dikenal sebagai kampung abangan. Kampung yang jauh dari agama,” kata Ustadz Jazir dalam tayangan di Youtube pada acara televisi swasta nasional.
Diceritakan saat masa kecilnya. Penduduk di sana, sebelum ada masjid, yang melaksanakan sholat tidak lebih dari 70 warga -- tanpa menyebut jumlah penduduk Jogokariyan, waktu itu.
“Waktu itu ada langgar (mushala) kecil ukuran 3x4. Waktu Ramadan tidak pernah penuh.”
Dari pengalaman masa tersebut kemudian timbul pertanyaan mendasar. Kenapa masjid ini tidak bisa mengundang orang datang untuk memakmurkan?
Jawabnnya:
“Ternyata pada umumnya, masjid itu juga tidak pernah menghadiri atau datang dalam (menjawab) persoalan-persoalan masyarakatnya.”
“Sehingga terpisah antara komunitas masjid dan masyarakat.”
Bahkan, menurutnya, kemungkinan kehadiran masjid menambah beban masyarakat. Seperti beban perawatan, biaya listrik, biaya air.
“Maka saya mulai terobsesi, bagaimana kehadiran masjid ini dirasakan manfaatnya oleh masyarakat? Masjid bisa hadir menyelesaikan persoalan-persoalan masyarakat,” jelasnya, yang saat diwawancarai mengenakan ikat kepala khas Jogokariyan.
Baginya masjid itu adalah institusi, masjid itu adalah solusi, dan masjid itu manajeman.
Ustadz Jazir mengacu pada historis, sejarah tentang masjid.
“Jadi masjid itu adalah nol kilometer dari sebuah tata ruang kota.”
Diterangkan. Ketika Rasulullah, Nabi Muhamamd SAW, hijrah dari Makkah ke Yatsrib, yang dilakukan membangun masjid terlebih dahulu.
Nabi melayani masyarakat, memberikan penyelesaian persoalan-persoalan masyarakat. Sehingga, keberadaan Nabi dengan masjid menjadi pusat datangnya orang dengan berbagai persoalan.
“Akhirnya masjid menjadi sentralnya masyarakat.”
Tumbuhlah kebutuhan-kebutuhan untuk memenuhi orang yang datang ke masjid. Maka, muncullah pasar, muncullah penginapan. Kemudian lahirlah Kota Madinah.
Masjid di masa nabi buka 24 jam, melayani masyarakat, menjadi bangunan paling terang di malam hari di saat bangunan lain gelap.
“Nah itu yang saya coba tiru bahwa masjid ini (Jogokariyan) buka 24 jam. Melayani masyarakat 24 jam. Dan terang benderang 24 jam.”
Jika buka 24 jam dan terang. Lampu menyala. Ketika ada orang lewat malam hari di sekitar masjid, maka bisa singgah di masjid.
“Lho iki kok masjidnya masih terang. Orang mau singgah. Mau istirahat. Kita layani. Apa yang diperlukan."
"O... mau numpang ke kamar mandi. Kamar mandi kita fasilitasi untuk pelayanan yang baik. Pintu beres. Airnya beres. Gayungnya beres, bersih. Ada gantungan baju. Ada sabun kalau mau mandi. Jadi pelayanan yang kita berikan.”
Kemudian ada orang yang kemalaman, mau numpang menginap?
“Kita tawarkan. Silahkan kalau mau istirahat di sini.”
“Jadi masjid itu eksis di dalam melayani dan memecahkan persoalan-persoalan yang ada di masyarakat, dan 24 jam. Jadi, kalau masjidnya makmur, maka masjid berdampak memakmurkan masyarakat."
Satu contoh sekarang ini. Melihat Masjid Nabawi, Masjidil Haram. Masjidnya ramai, orang mau datang ke sana. Maka kemudian orang mau buka usaha: buat restoran. warung kopi, hotel, penginapan, mall.
“Nah ini kita coba praktikan, ternyata sama. Langkah yang dilakukan Rasulullah itu contoh yang baik. Tidak usah macam-macam. Kita tiru saja.”
“Kita tiru. Bahwa masjid hadir untuk menjadi solusi bagi persoalan masyarat. Melayani seperti Rasul, melayani 24 jam,” jelasnya. (titahkita.com)
0 Response to "Di Balik Konsep Masjid Jogokariyan (2): Mencontoh Konsep ala Nabi Muhammad"
Post a Comment