Ustadz Abdul Somad Cerita Petani dan Orang Kaya Naik Kereta
Ustadz Abdul Somad |
Ustadz Abdul Somad Cerita Petani dan
Orang Kaya Naik Kereta
---
DALAM Bahasa Arab. Orang laki-laki yang
bahagia disebut saeid. Sedangkan
perempuan saeidah. Yang perempuan ada
tambahannya ta marbutah.
Begitu di awal Ustadz Abdul Somad
menjelaskan tentang bahagia.
“Apa sebenarnya hakikat bahagia itu?”
tanya UAS, nama populernya, yang saat itu mengenakan baju koko putih. Bersorban
kotak-kotak warna hijau bergaris hitam.
Ada seorang kaya harta. Jumlahnya
melimpah. Dia naik kereta yang besar, megah, dan mewah.
Dalam perjalanan ia tengok sebelah
kanan. Ada tanaman padi di sawah yang hijau. Lalu dia pandang ada anak kecil bersama ibunya membawa makanan. Mereka menuju gubuk atau pondok di tengah
sawah. Suami sudah menunggu makan siang.
Apa kata orang kaya dalam kereta?
“Oh bahagianya petani. Di tengah sawah
lapar. Anak dan istrinya datang. Makanan tiba pada waktunya. Air minum dapat
menghilangkan dahaga. Lapar hilang rindu pun sirna. Karena, anak dan istri ada
di sekitar dia,” kata UAS yang berdiri di atas podium.
Sebaliknya.
Sebaliknya.
Petani yang bersama istri dan anaknya
memandang kereta.
Apa kata dia?
“Betapa bahagianya orang kaya naik
kereta. Sedangkan aku hanya duduk di pondok yang tua.”
“Maka hakikatnya manusia ini,
dua-duanya tidak bahagia,” tandas UAS seperti dalam di channel Youtube “Taman
Surga. Net”.
“Lalu sebenarnya bahagia itu dimana?”
tambahnya dengan memandang jamaah.
Diceritakan lagi.
Ada anak yang sedang belajar di Nicolet
University. Maka dia berkata, "Alangkah bahagianya kalau dapat gelar BA."
Selepas dia dapat ijazah BA lalu dia berkata, “Aku tak bahagia. Alangkah indahnya bila dapat master.”
Selepas dia dapat ijazah BA lalu dia berkata, “Aku tak bahagia. Alangkah indahnya bila dapat master.”
Manakala dia dapat master, "Oh betapa
bahagianya jika dapat B.Sc."
Selepas B.Sc, dia berkata, “Susahnya B.Sc belum juga dapat kerja.”
Selepas B.Sc, dia berkata, “Susahnya B.Sc belum juga dapat kerja.”
Lalu.
Selepas dapat kerja dia berkata. "Alangkah
bahagianya kalau menikah."
Selepas punya anak dia berpikir nikah sekali lagi.
Jamaah tertawa. UAS tersenyum.
Selepas punya anak dia berpikir nikah sekali lagi.
Jamaah tertawa. UAS tersenyum.
“Jadi sebenarnya bahagia itu punya siapa?” tandas UAS
dalam unggahan dengan judul “Tips Hidup Bahagia dan Hati Lapang - Ustadz. Abdul
Somad. Lc., MA.”
“Oleh Sebab itu, bila kita baca
kitab-kitab, maka makna saeidah, kebahagiaan orang, saeid. Bahagia ketika hati
terasa lapang, apapun yang datang.”
Dijelaskan.
Kalau orang yang kuliah itu lapang, tentu
dia bahagia. Kalau pun petani hatinya lapang, tentu ia bahagia. Kalaulah orang
kaya itu hatinya lapang, tentulah dia bahagia.
“Itulah ketika Musa AS, di tengah
kesusahan, hatinya akan melawan ayah angkat, bernama Firaun. Dia minta hati
yang lapang. Kita semua baca doa itu Robbis rohlii shodrii.
Lapangkan dadaku.”
Sambil menerangkan, UAS mengambil
nafas. Pelan.
Itulah mengapa kakinya (Musa) pecah berdarah.
Giginya patah. Pelipisnya pecah menetes darah. Tapi dia tersenyum bahagia. Karena
hatinya lapang. Allah sudah lapangkan hatinya.
Apa kata Allah untuk dia, alam nasyrah laka shadrak.
“Itu beda Muhammad dengan Musa. Musa
meminta. ‘Robbis rohlii shodrii, wa
yassirlii amrii, wahlul ‘uqdatam mil lisaani yafqohu qoulii’.”
Arti doa yang
diungkapkan Musa: Ya Rabbku,
lapangkanlah untukku dadaku, dan mudahkanlah untukku urusanku, dan lepaskanlah
kekakuan dari lidahku, supaya mereka mengerti perkataanku” (QS. Thoha: 25-28).
“Sedangkan Muhammad tidak meminta.
Belum meminta, Allah bagi pada dia. Apa kata Allah, Alam nasyrah laka shadrak.
Wawadha'naa'anka wizrak. Alladzii
anqadha zhahrak. Warafa'naa
laka dzikrak,”
Artinya:
Bukankah Kami
telah melapangkan untukmu dadamu? Dan Kami telah menghilangkan daripadamu
bebanmu, yang memberatkan punggungmu? Dan Kami tinggikan bagimu sebutan
(nama) mu.”
“Bila kau keadaan susah, dua kali Allah
ulang. Fa inna ma’al ‘usri yusra. Inna
ma’al ‘usri yusra.”
Artinya: Karena sesungguhnya sesudah
kesulitan itu ada kemudahan, sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.
“Hati lapang itulah yang membuat Haji
Malik Karim Amrullah Buya Hamka tersenyum di dalam penjara. Penanya berjalan
perlahan tapi pasti, maka keluarlah Tafsir Al Azhar.”
Diutarakan UAS.
Hati yang lapang membuat Syayid Qutb
tersenyum menghadapi tiang gantungan. Walau dipenjara oleh Gamal Abdul Nassir
tapi sebelum kematiannya sempat menulis Tafsir Fi Zhilalil Qur'an (Di bawah
Naungan al-Qur'an).
Apa kata Syayid Qutb dalam mukodimahnya. Hidup
di bawah bayang-bayang naungan Al-Quran itu nikmat.
Tidak ada yang boleh mengetahuinya
kecuali orang yang pernah merasakannya.
“Maka bahagia adalah ketika hati terasa
lapang,” tandas UAS yang pernah mengenyam bangku kuliah Universitas Al-Azhar.
Diterangkan.
Kalapun ada orang wajahnya cerah, maka
ketenangan bukan pada wajahnya. Bila ada orang melangkahkan kaki dengan penuh
wibawa, maka ketenangan bukan pada kakinya. Bila nampak ayunan tangannya tak
tergesa-gesa, maka bahagia buka pada tangannya.
“Di mana letak bahagia itu?”
Maka ketahuilah. Dalam dada ada segumpal,
sekepal, seuap. Kalau yang segumpal itu baik, maka yang lain ikut baik. Kalau
segumpal itu rusak, maka yang lain ikut rusak. Yang segumpal itulah yang
mengendalikan mata, telinga, tangan, kaki.
Yang segumpal itulah tempat benci,
rindu, marah, ridho, ikhlas, fasik, hasad, kufur. Di sanalah bersemayam rindu
dan benci.
“Kalau kau sayang, sayanglah secukupnya
saja. Boleh jadi hari ini kau sayang, besok berubah menjadi kebencian.”
Sebaliknya, kata UAS.
“Kalau kau benci, bencilah secukupnya
saja. Boleh jadi esok pagi dia menjadi orang tersayang.”
‘Yaa Muqallibal Quluub, Tsabbit Qalbi ‘Ala Diinik’
“Wahai Dzat yang membolak-balikkan hati, teguhkan hati kami di
atas agama-Mu.”
“Kadang, pagi datang dia senang, kalau
sore susah. Kadang pagi hati lapang, siang gundah.”
“Makin hati mengingat Allah, maka hati
akan menjadi lapang.” (titahkita.com)
SHARE KONTEN DAKWAH BERPAHALA
SHARE KONTEN DAKWAH BERPAHALA
“Barang siapa yang menunjuki kepada kebaikan, maka dia akan mendapatkan pahala seperti pahala orang yang mengerjakannya." HR. Muslim no. 1893
0 Response to "Ustadz Abdul Somad Cerita Petani dan Orang Kaya Naik Kereta"
Post a Comment