Aa Gym: 5 Cara Latihan Agar Bisa Ikhlas (4) - TitahKita.com -->

Aa Gym: 5 Cara Latihan Agar Bisa Ikhlas (4)

Aa Gym
Aa Gym: 5 Cara Latihan Agar Bisa Ikhlas (4)
---
AIR mineral dalam gelas di atas podium juga belum diminum. 

Masih saja bibirnya bergerak-gerak. Membahas pokok bahasan. Tak peduli haus atau tidak.

“Yang keempat. Jangan ingin dihargai,” kata Aa.

Aa membandingkan awalan di- dan me-. Mengingatkan tentang pelajaran Bahasa Indonesia. Tentunya.

Dua awalan tersebut akan berpengaruh terhadap perasaan atau hati manusia. Baik saat mendapat penilaian ataupun saat memberikan penilaian.

Kalau dengan awalan di-: lebih ingin manusia disanjung, lebih ingin manusia dihargai.

“Kalau ingin dihormati, dikagumi, dihargai, itu nyesek,” jelas Aa sambil memukul-mukul tangannya di dada. Tepat bagian hati.

Sedangkan dengan awal me-, itu lawannya. Perasaannya cenderung tidak mengarah ke dalam diri atau individu manusia. Tetapi ke orang lain, manusia lain, makhluk lain.

Dan itu tidak ada ruginya.

Hapus penilaian buruk ke orang lain. Selalu berprasangka baik.

"Kalau me-: ingin menghormati, ingin memberi, ingin mencintai, ingin memulikan (orang lain)."

Dijelaskan secara perlahan dengan gaya bertutur yang bergelombang-gelombang landai, bahwa dengan awalan di- hanya berharap dari Allah.

Dihargai: berharap dihargai oleh Allah

Disayangi: berharap disayangi oleh Allah

Berharap dari Allah, bukan berharap dari makhluk ciptaan Allah.

"Kalau me-, itu ke makhluk."

“Ini rumus. Kalau gak percaya, rasakan waktu hatinya nyesek. Pasti hati kita sedang dipenuhi harapan ke makhluk."

"Hayo...." menebak-nebak.

Lalu harus bagaimana?

“Dihargai manusia, biasa aja. Karena asilnya kita ini tidak berharga. Karena Allah saja yang menutupi. Betul?"

Tatapan Aa mengarah ke jamaah perempuan dan juga mengarah ke jamaah laki-laki. Hampir dibagi sama.

Saat berdialog ke perempuan atau ibu-ibu, bahas tentang dosa.

"Siapa yang tidak punya dosa?"

Tidak ada jamaah yang menyahuti tutur kata Aa. Tidak ada jamaah yang mengangkat tangannya.

"Yang punya dosa siapa."

Baru pada mengangkat tangan. Dengan suka rela. Tanpa intimidasi.

"Siapa yang punya dosa luar biasa."

Yang tadinya menurunkan tangan, kembali mengangkat.

"Buk....?" ucap Aa yang tak pernah bosan menyapa.

Aa memberi gambaran. Dimisalkan, bila punya dosa tandanya mengeluarkan keringat. Tetesan keringat tanda dosa.

Dalam dialog itu, sesekali Aa mengangkat kaleng bertuliskan "Sedekah". Lalu dipukul-pukulkan ke podium. Cukup menantang. Agar semua bisa menyimak dengan sungguh-sungguh.

"Kalau satu dosa satu keringat. Dengan dosa yang banyak, ibu pasti sudah bau."

Dengan aroma tak sedap itu tentu tidak akan ada yang mendekati. Teman-temannya menjauh. Tidak ada yang mau berinteraksi. Suami apalagi.

Tapi semua itu (dosa) ditutupi Allah. Manusia masih dihargai. Kejelekan-kejelakan, dosa-dosa, masih ditutupi Sang Maha Bijaksana.

“Ibu dihargai itu karena Allah nutupin aja,” tutur Aa yang masih mengenakan kaca mata.

Setelah memberi penjelasan ke rombongan ibu-ibu, Aa berdialog dengan "gerombolan" kaum adam.

Pengibaratan tentang dosa berbeda.

Kata kunci: satu dosa = satu belatung. Ada dosa, belatung keluar dari kulit.

Bagi bapak-bapak yang punya dosa, diminta angkat tangan. Dialognya sama persis dengan dialog Aa kepada ibu-ibu. Seperti di atas tadi.

Usai ditanya. Semua mengaku punya dosa. Dosanya tidak seperti sejumlah jari jemari di tangan kita, yang bisa dihitung. Tapi sangat banyak.

"Kalau satu dosa ngelurkan satu belatung, bagaimana kira-kira penampilan kita?"

Jamaah diajak merenung, menghayati, mendalami.

“Mata kita belatung semua. Mata kita kan mata yang sering zina, ” kata Aa dengan perlahan melembut.

“Telingan belatung. Otak Belatung.”

“Sekujur tubuh belatung. Mau pakai jas sehebat apapun, pakai cincin sebaik apapun, arloji semewah apapun. Menjijikan."

Jelasnya dengan suara lantang.

“Allah nutupin aib kita. Betul?”

Aa meminta agar hidup ini dijalani dengan biasa. Jangan berharap ingin dihargai oleh orang lain.

"Biasa-biasa sajalah. Jangan petentang-petenteng."

Orang yang rindu dihargai orang lain. Ingin terus dihargai orang lain. Ingin terus dipuji orang lain. Ingin dihormati orang lain hidupnya tidak akan pernah merasa puas.

"Kalau (ada) orang ingin dihargai, suka nyebelin kelakuaanya. Gampang tersinggung. Gampang jengkel."

“(Hidup) biasa-biasa saja,” ajak Aa dari hati terdalam. -- Bersambung --. (titahkita.com)

SHARE KONTEN DAKWAH BERPAHALA
“Barang siapa yang menunjuki kepada kebaikan, maka dia akan mendapatkan pahala seperti pahala orang yang mengerjakannya." HR. Muslim no. 1893

Berlangganan update artikel terbaru via email:

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel