Aa Gym: 5 Cara Latihan Agar Bisa Ikhlas (4)
Dec 6, 2019
Edit
Aa Gym |
Aa Gym: 5 Cara Latihan Agar Bisa Ikhlas (4)
---
AIR
mineral dalam gelas di atas podium juga belum diminum.
Masih saja bibirnya bergerak-gerak. Membahas pokok bahasan. Tak peduli haus
atau tidak.
“Yang keempat. Jangan ingin dihargai,” kata Aa.
Aa
membandingkan awalan di- dan me-. Mengingatkan tentang pelajaran Bahasa
Indonesia. Tentunya.
Dua
awalan tersebut akan berpengaruh terhadap perasaan atau hati manusia. Baik saat
mendapat penilaian ataupun saat memberikan penilaian.
Kalau
dengan awalan di-: lebih ingin manusia disanjung, lebih ingin manusia dihargai.
“Kalau
ingin dihormati, dikagumi, dihargai, itu nyesek,” jelas Aa sambil memukul-mukul
tangannya di dada. Tepat bagian hati.
Sedangkan
dengan awal me-, itu lawannya. Perasaannya cenderung tidak mengarah ke dalam
diri atau individu manusia. Tetapi ke orang lain, manusia lain, makhluk lain.
Dan
itu tidak ada ruginya.
Hapus penilaian buruk ke orang lain. Selalu berprasangka baik.
Hapus penilaian buruk ke orang lain. Selalu berprasangka baik.
"Kalau
me-: ingin menghormati, ingin memberi, ingin mencintai, ingin memulikan (orang
lain)."
Dijelaskan
secara perlahan dengan gaya bertutur yang bergelombang-gelombang landai, bahwa
dengan awalan di- hanya berharap dari Allah.
Dihargai:
berharap dihargai oleh Allah
Disayangi:
berharap disayangi oleh Allah
Berharap
dari Allah, bukan berharap dari makhluk ciptaan Allah.
"Kalau
me-, itu ke makhluk."
“Ini
rumus. Kalau gak percaya, rasakan waktu hatinya nyesek. Pasti hati kita sedang
dipenuhi harapan ke makhluk."
"Hayo...."
menebak-nebak.
Lalu harus bagaimana?
Lalu harus bagaimana?
“Dihargai
manusia, biasa aja. Karena asilnya kita ini tidak berharga. Karena Allah saja
yang menutupi. Betul?"
Tatapan Aa mengarah ke jamaah perempuan dan juga mengarah ke jamaah
laki-laki. Hampir dibagi sama.
Saat berdialog ke perempuan atau ibu-ibu, bahas tentang dosa.
"Siapa
yang tidak punya dosa?"
Tidak
ada jamaah yang menyahuti tutur kata Aa. Tidak ada jamaah yang mengangkat
tangannya.
"Yang
punya dosa siapa."
Baru
pada mengangkat tangan. Dengan suka rela. Tanpa intimidasi.
"Siapa
yang punya dosa luar biasa."
Yang
tadinya menurunkan tangan, kembali mengangkat.
"Buk....?"
ucap Aa yang tak pernah bosan menyapa.
Aa
memberi gambaran. Dimisalkan, bila punya dosa tandanya mengeluarkan keringat. Tetesan keringat tanda dosa.
Dalam dialog itu, sesekali
Aa mengangkat kaleng bertuliskan "Sedekah".
Lalu dipukul-pukulkan ke podium. Cukup menantang. Agar semua bisa
menyimak dengan sungguh-sungguh.
"Kalau
satu dosa satu keringat. Dengan dosa yang banyak, ibu pasti sudah bau."
Dengan
aroma tak sedap itu tentu tidak akan ada yang mendekati. Teman-temannya
menjauh. Tidak ada yang mau berinteraksi. Suami apalagi.
Tapi
semua itu (dosa) ditutupi Allah. Manusia masih dihargai. Kejelekan-kejelakan, dosa-dosa, masih ditutupi Sang Maha Bijaksana.
“Ibu
dihargai itu karena Allah nutupin aja,” tutur Aa yang masih mengenakan kaca
mata.
Setelah
memberi penjelasan ke rombongan ibu-ibu, Aa berdialog dengan
"gerombolan" kaum adam.
Pengibaratan
tentang dosa berbeda.
Kata
kunci: satu dosa = satu belatung. Ada dosa, belatung keluar dari kulit.
Bagi
bapak-bapak yang punya dosa, diminta angkat tangan. Dialognya sama persis dengan
dialog Aa kepada ibu-ibu. Seperti di atas tadi.
Usai
ditanya. Semua mengaku punya dosa. Dosanya tidak seperti sejumlah jari jemari
di tangan kita, yang bisa dihitung. Tapi sangat banyak.
"Kalau
satu dosa ngelurkan satu belatung, bagaimana kira-kira penampilan kita?"
Jamaah
diajak merenung, menghayati, mendalami.
“Mata
kita belatung semua. Mata kita kan mata yang sering zina, ” kata Aa dengan
perlahan melembut.
“Telingan
belatung. Otak Belatung.”
“Sekujur
tubuh belatung. Mau pakai jas sehebat apapun, pakai cincin sebaik apapun, arloji semewah apapun. Menjijikan."
Jelasnya
dengan suara lantang.
“Allah
nutupin aib kita. Betul?”
Aa
meminta agar hidup ini dijalani dengan biasa. Jangan berharap ingin dihargai
oleh orang lain.
"Biasa-biasa
sajalah. Jangan petentang-petenteng."
Orang
yang rindu dihargai orang lain. Ingin terus dihargai orang lain. Ingin terus
dipuji orang lain. Ingin dihormati orang lain hidupnya tidak akan pernah merasa
puas.
"Kalau
(ada) orang ingin dihargai, suka nyebelin kelakuaanya. Gampang tersinggung.
Gampang jengkel."
“(Hidup)
biasa-biasa saja,” ajak Aa dari hati terdalam. -- Bersambung --. (titahkita.com)
SHARE KONTEN DAKWAH BERPAHALA
SHARE KONTEN DAKWAH BERPAHALA
“Barang siapa yang menunjuki kepada kebaikan, maka dia akan mendapatkan pahala seperti pahala orang yang mengerjakannya." HR. Muslim no. 1893