Hilang Dompet hingga tak Lulus Sekolah juga Rezeki
Aa Gym |
Hilang Dompet hingga tak Lulus Sekolah juga Rezeki
---
PERKARA yang disepelekan atau dibenci bisa
menjadi rezeki.
Rezeki tak harus muluk-muluk berupa
lembaran uang merah bertumpuk. Rezeki tak harus berwujud gelimangan emas mengkilap hingga mobil kinclong -- cling.
Kritik yang tidak disukai pun bisa menjadi
rezeki.
Memiliki waktu luang untuk mendirikan
shalat duha juga rezeki. Memiliki kesempatan membaca Al Quran juga rezeki.
Punya kawan juga rezeki. Bisa berkumpul untuk
mengaji juga rezeki.
“Punya kawan-kawan baik itu rezeki yang tidak
ternilai,” kata Aa Gym dihadapan jamaah.
Aa yang menyampaikan tausyiahnya dengan
rileks itu mengatakan, keberadaan kawan bisa mencegah untuk berbuat maksiat.
Bisa mendukung untuk selalu berbuat baik. Bisa tercegah dari kemungkaran.
Itu semua juga rezeki.
“Bahkan orang yang menegur kita juga rezeki,
walaupun tegurannya tidak enak. Karena (dengan tegurannya) bisa tercegah dari
perbuatan maksiat,” kata Aa dalam channel
Youtube Aagym Official.
Sakit pun, kata Aa, juga termasuk rezeki.
Karena dalam sakit ada penggugur dosa. Dalam sakit ada pahala. Sabar dalam sakit
ada keridhoaan Allah -- kalau kita ridho terhadap takdir.
“Hilang dompet juga bisa jadi rezeki tu.
Karena boleh jadi pencegahan dari penggunaan uang untuk maksiat,” tandas Aa Gym
yang mengenakan busana batik.
Bahkan batal nikah pun jadi rezeki. Kata Aa,
daripada nikah jadi bonyok. Daripada
nikah dianiaya. Daripada nikah jauh dari Allah SWT.
“Nah sekarang semuanya ngangguk, ngangguk itu
rezeki. Berarti semuanya ngerti. Iya kan. Dan ototnya normal. MasyaAllah” tutur Aa yang disahuti
jamaah.
Untuk menambah rezeki yang paling mudah
adalah dengan bersyukur.
Aa memberi contoh. Dalam satu kertas putih,
ada satu titik hitam.
Tentunya, bisa dibilang, kebanyakan orang
akan melihat titik hitamnya -- bukan kertas putih yang lebih lebar. Lebih besar
dari titik hitam.
Dijelaskan Aa, kita sebagai manusia memandang
karunia Allah terkadang tidak adil.
Lebih memandang yang kecil-kecil saja.
Padahal di luar itu jumlahnya tak terhingga.
“Berapa banyak karunia yang bertepi yang
tidak disyukuri? Akibatnya ya kufur nikmat, tahu sendirikan kalau kufur
nikmat,” kata Aa Gym sebelum corona melanda Indonesia.
Aa kemudian menjelaskan Al Quran Surat
Ibrahim ayat 7:
La in syakartum la azidannakum wala in kafartum inna adzabi lasyadid.
La in syakartum la azidannakum wala in kafartum inna adzabi lasyadid.
Artinya:
“Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti kami akan
menambahkan (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku) maka
sesungguhnya azabku sangat pedih."
“Justru nikmat itu ditambah kalau kita
syukur.”
Kalau kita tenggelam dalam rasa syukur, susah
untuk mencari penderitaan. Bahkan dalam kesulitan terpait sekalipun.
Kalau bisa melihat kesulitan itu bagian dari
karunia Allah, maka akan bersyukur.
“Seperti tadi itu, batal menikah, ada yang stres,
ada yang bentur-benturkan kepala ke tembok, ada yang sujud syukur. Ya Allah,
Engkau Yang Maha Tahu apa yang akan terjadi.”
“Saya memang memohon kepada-Mu, minta yang
terbaik menurut ilmu-Mu. Nah sekarang takdir batalnya pernikahan ini, MasyaAllah. Alhamdullilah. Alhamdulilah. Alhamdulilah,” jelas Aa Gym yang pada
kesempatan ini berpeci hitam – biasanya bersorban putih.
Aa memberikan cerita dalam dialog
Kata ibunya.
“Nak, gimana ni pernikahan batal?”
“Bukankah ibu minta yang terbaik untuk saya,”
jawab sang anak.
“Iya.”
“Nah sekarang hasilnya begini. Inilah yang
terbaik.”
Tak Menyenangkan Tetap Harus Bersyukur
Diceritakan lagi dengan kasus lain.
Ada anak SMA yang ahli tahajud, anaknya
dokter pula. Dalam kehidupan nyata tidak tertinggal shalat jamaah di masjid.
Anak itu merupakan siswa kelas 3 SMA. Dia juga
senang sekali baca Al Quran. Anaknya pandai.
“Saya bisa mengatakan begini karena melihat
di masjid,” cetus Aa bersaksi atas perilaku anak tersebut.
Tetapi meski begitu, dalam ujian nasional,
dia tidak lulus. Kurang satu nilai saja -- tipis sekali.
Ini terjadi agar lampau, beberapa tahun lalu.
Yang mana nilai ujian sekolah menjadi penentu kelulusan -- nilai satu saja
berpengaruh.
“Padahal pintar, dalam (seleksi) PMDK (Penulusuran Minat dan Kemampuan) sudah diterima (salah
satu universitas) di Yogyakarta. Sudah di (jurusan) kedokteran. Tapi SMA tidak
lulus.”
“Beliau tenang sekali. Yang gelisah ibu bapaknya,”
sambungnya.
Ayahnya selesai menunaikan shalat Jumat
protes ke Allah. Dari masjid tiba-tiba menuju ke halaman masjid. Ayahnya
mengadu.
“Ya Allah di mana keadilan-Mu. Anak segini
baiknya,” kata si bapak seperti ditirukan Aa.
Meski begitu, anaknya tetap tenang.
Si Anak tidak lulus ujian, tapi memberikan
hikmah. Tidak ada galau, tidak ada minder, tidak ada malu.
Pada penutupan sekolah, sejenis perpisahan,
si anak yang tidak lulus ujian itu diminta tampil -- karena memang berprestasi
terus.
Dia mengatakan dihadapan bapak-ibu guru dan kawan-kawannya.
“Bapak ibu guru yang baik, saya mohon maaf. Saya
satu-satunya yang tidak lulus di SMA ini. Sehingga kelulusannya tidak 100
persen.”
“Saya berusaha untuk lulus. Dan, saya pun
berdoa kepada Allah supaya diberikan yang terbaik.”
“Dan saya percaya ini yang terbaik bagi
saya.”
“Saya tidak kecewa dengan takdir ini. Karena
pasti Allah selalu memberikan yang terbaik bagi hambanya.”
“Saya bertaubat, jika ini memang karena
kelalaian saya.”
“Dan saya mohon maaf, kepada guru, kepala
sekolah dan kawan-kawan,” ujar anak itu.
Pada waktu itu, guru-guru, kepala sekolah,
kawannya yang mendengar, banyak yang berlinang air mata. Anak itu tetap stabil
berbicara -- mantap dan tenang.
Kata Aa, hal itu menjadi sebuah pelajaran
berharga bagi takdir yang tidak sesuai harapan.
Dan dengan cara itulah, Allah membuat dia
melesat lebih tinggi -- nilainya dihadapan guru dan kawan-kawannya.
Setelah tidak menamatkan di sekolahnya itu,
si anak pintar tersebut sekolah di tempat lain. Istilahnya sekolah paket C.
“Ini memang anak matang. Sesudah itu ikut
paket C dan (melanjutkan) kuliah, biasa saja, normal,” cerita Aa.
Allah kadang membelokkan takdir dengan
sesuatu yang berbeda. Tapi di sana Allah memberikan tambahan-tambahan karunia.
Makanya dalam situasi sepahit apapun, maka
harus selalu bersyukur.
Aa lantas bercerita tentang pesantren Daarut Tahiid
yang dipimpinnya. Dalam proses perjalannya, pernah di-bully. Dari tidak punya sarana prasarana lengkap.
Setelah itu pernah jaya. Lalu kejayaannya
terputus.
Akhirnya hanya bersandar ke Allah.
“Makanya jangan berburuk sangka, di dalam
kepahitan pun banyak nikmat besar. Yang boleh jadi tidak didapat dalam
kelapangan.”
“Coba dikejar Anjing, nikmat atau tidak?”
tanya Aa ke jamaah.
“Ini berat sekali pertanyaan, pelik ini.”
“Nyebut tidak ada nikmat, takut salah ya.”
“Nyebut ada nikmat, turun dari sini takut
dikejar.”
Berapa banyak dia tahu bisa lari cepat
setelah dikejar Anjing. Bisa loncat benteng yang tadinya tidak terpikirkan
untuk bisa terloncati.
Pohon juga yang tadinya tidak bisa dipanjat,
akhirnya kepanjat dengan sempurna.
“Jadi jangan bersyukur terhadap sesuatu yang
cocok. Tapi, juga harus bersyukur dengan sesuatu yang tidak cocok dengan
keinginan.”
“Jangan hanya bersyukur dengan sesuatu yang
menyenangkan. Tapi, dalam sesuatu yang tidak menyenangkan (juga) harus bersyukur,” jelas Aa. (titahkita.com)
SHARE KONTEN DAKWAH BERPAHALA
SHARE KONTEN DAKWAH BERPAHALA
“Barang siapa yang menunjuki kepada kebaikan, maka dia akan mendapatkan pahala seperti pahala orang yang mengerjakannya." HR. Muslim no. 1893
0 Response to "Hilang Dompet hingga tak Lulus Sekolah juga Rezeki"
Post a Comment