Aa Gym: 5 Cara Latihan Agar Bisa Ikhlas (5 Habis) - TitahKita.com -->

Aa Gym: 5 Cara Latihan Agar Bisa Ikhlas (5 Habis)

Aa Gym
Aa Gym: 5 Cara Latihan Agar Bisa Ikhlas (5 Habis)
---
PEMBAHASAN tentang cara untuk bisa menjadi ikhlas terus dibahas Aa Gym.

Air mineral dalam gelas kaca juga belum diminum.

Poin kelima. "Jangan ingin dibalas budi."

Dengan pandangan datar, Aa berbincang dengan jamaah di sebelah kirinya. Dialognya ringan. Menjelaskan dari poin di atas.

Dicontohkan, ada sales girl menyapa seorang ibu yang sedang menyapu di lingkungan rumah. Sales tersebut memanggilnya dengan sebutan “bibi” yang dikonotasikan dengan pembantu rumah tangga (PRT).

Padahal yang sedang menyapu itu adalah majikan. Ia tidak terima disebut dengan bibi. Sebutan itu terlalu rendah baginya.

“Bi....bibi...., tuan rumahnya ada gak,” sapa sales girl itu.

“Saya tuan rumahnya tahu,” jawab dengan nada keras.

“Iya bi, saya juga mengerti, bibi ingin dianggap tuan rumah. Ini tuan rumah yang asli?”

“Kurang ajar kamu,” jawab dengan nada kesal.

“Iya saya tahu, ini tuan rumah yang asli atau palsu.”

Si majikan tadi darahnya naik, setinggi langit tingkat satu.

“Kenapa harus marah,” kata Aa membahas dialog tersebut.

Disebut bibi kenapa? Kenapa marah? Itu karena sombong. Berprofesi menjadi bibi, pembantu rumah tangga dengan majikan itu karena masalah takdir.

“Gak usah petentang-petenteng ya,” harap Aa kepada semua jamaah.



Contoh lagi. Begitu juga ada seorang majikan, laki-laki, yang sedang dekat di motornya. Suatu ketika datang orang yang minta untuk diantarkan. Majikan itu dikira sebagai tukang ojek pangkalan.

“Disebut tukang ojek, gak usah marah. Biasa saja," imbau Aa

“Memangnya tukang ojek hina?”

Aa menggarisbawahi sebagai intisarinya.

“Kita tersinggung karena kita sombong.”

Aa Gym pun mengaku juga pernah dianggap bukan sebagai dai kondang. Tapi orang biasa. Peristiwanya pada tahun 2014 di Balai Kota, Jakarta. Saat naik motor ketika sampai di lokasi acara bergengsi distop hansip.

Aa sebenarnya ingin masuk. Gabung dengan tempat parkir orang-orang VIP. Tapi olehnya diminta untuk parkir di tempat sepeda motor pada umumnya, orang-orang biasa.

“Saya Abdullah Gymnastiar,” terang Aa membela diri, memperkenalkan namanya.

“Mau Abdullah, Abdurahman kek, parkirnya di situ,” jawab hansip itu sambil menunjuk tempat parkir.

Aa pun akhirnya mengalah. Dan mengikuti arahannya.

“Oleh Allah diatur kayak gitu hadirin. Supaya tahu dirilah. Sudahlah biasa-biasa saja ya,” nasihat Aa ke jamaah pengajian.

Aa pun melanjutkan dialog dengan pokok pikiran yang sama beserta contoh lain. Termasuk saat popularitasnya naik daun. Lalu juga saat popularitasnya menyusut.

“Suuttt... berkurang (popularitasnya). O begini ya. Tapi saya jadi tahu, (mana) sahabat sejati, pada waktu dunianya sedang diambil oleh Allah.”

Saat ketenarannya sedang turun ke ranting, ada sahabat-sahabatnya yang terus memberi support.

Alhamdullilah, Daarut Tauhiid dibangun oleh teman-teman sejati.”

“Kalau Anda sedang punya dunia, jangan terkecoh oleh orang-orang yang menghargai kita. Karena boleh jadi yang dihargai itu dunianya. Maunya dari dunia kita. Mengerti?”

Dia meminta kepada ibu-ibu. Jika suami punya jabatan tinggi diminta untuk biasa. Tidak menjadi sombong. Jangan merasa menjadi atasan suami.

“Suami kolonel, ibu jadi jenderal. Jangan,” serunya.

“Ibu kan gak daftar, gak ikut seleksi, gak ikut latihan.”

Terkait jangan ini dibalas budi, Aa memberi rumus.

“Lakukan lupakan. Lakukan lupakan. Lakukan lupakan."

Aa Gym meminta agar selalu melupakan kebaikan.

“Perlukah kita mengingat-ingat kebaikan kita.”

“Jawab," harap Aa agar jamaah membalas dialog.

“Tidak,” seru jamaah dengan nada keras.

“Perlukah kita menyebut-nyebut kebaikan kita?" tanya Aa lagi.

“Tidak,” jawab jamaah

“Jawab hadirin,” seru Aa agar jamaah bisa menjawab kembali tanpa keraguan sedikit pun.

“Tidak,” jawab jamaah kompak bagai paduan suara.

“Kalau kita mengingat kebaikan orang lain, hati jadi tenang atau gak enak. Kalau mengingat kebaikan orang lain ke kita, Allah suka. Hati kita bahagia. Kalau kita mengingat kebaikan ke orang. Allah tidak suka. Maka hati kita gelisah."

“Karena aslinya bukan kita yang berbuat baik. Tapi Allah yang berbuat baik dan kita diuji jadi jalan, Itu rumus."

Aa memberi gambaran. Dicontohkan saat membangun masjid. Sebenarnya yang membangun secara hakiki bukan manusianya. Hanya saja manusia sebagai jalannya untuk membangun.

Allah yang membangun masjid. Kita diuji jadi jalan. Kalau merasa ini masjid saya, pasti tak enak di hati. Karena Allah tidak suka.”

Ketika memberi sedekah ke anak yatim pun juga harus begitu. Jangan merasa kita yang memberi. Manusia hanya perantaranya saja.

“Bukan kita nyumbang anak yatim, tapi rezeki anak yatim dititipkan ke kita. Kalau kita mengaku-ngaku, saya yang membiayai anak yatim. Lihat. Hatinya pasti gak enak dan kemuliaannya jadi rontok."

Kalau pun ditanya oleh orang lain, yang kemudian memuji Anda saat memberi santunan kepada anak yatim, jawab saja bahwa itu sudah menjadi rezeki yang bersangkutan.

“Ah itu sudah rezekinya, saya sih cuma ketitipan aja.”

“Dijamin hati jadi tenang. Betul?" tanya Aa dengan tegas.

“AA Gym bangun Daarul Tahuiid. Engak-enggak, itu Daarul Tauhiid sudah tertulis di lauhul mahfudz. Sebelum saya diciptakan. Udah beres. Saya sih nebeng aja. Nebeng, nebeng beken. Gak kebayang membangun pesatren besar (dengan biaya ratusan miliar),” jelasnya.

Semua itu Allah yang mengatur. Sikapnya biasa saja. Tanpa besar kepala.

“Kalau kita dapat kesuksesan, sucikan Allah. Jangan merasa ini karena kesucian kita, karena kehebatan kita. Puji Allah, ini adalah karunia Allah.”

Manusia jangan mengklaim bahwa yang dilakukan adalah karena kepintaran, karena kecerdasan.

“Jangan ngaku-ngaku ini kehebatan saya. Ini kerja keras saya, ini jasa saya, ini ide cemerlang saya,”

Laa hawla wa laa quwwata illa billah, tidak ada dan kekuatan kecuali atas izin Allah,” tandasnya.

Hingga akhir ceramah yang nampak dalam video tersebut, air mineralnya juga belum diminum. (titahkita.com)

SHARE KONTEN DAKWAH BERPAHALA
“Barang siapa yang menunjuki kepada kebaikan, maka dia akan mendapatkan pahala seperti pahala orang yang mengerjakannya." HR. Muslim no. 1893

Berlangganan update artikel terbaru via email:

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel