Aa Gym: 5 Cara Latihan Agar Bisa Ikhlas (5 Habis)
Jan 5, 2020
Edit
---
PEMBAHASAN
tentang cara untuk bisa menjadi ikhlas terus dibahas Aa Gym.
SHARE KONTEN DAKWAH BERPAHALA
Air
mineral dalam gelas kaca juga belum diminum.
Poin kelima. "Jangan ingin dibalas budi."
Dengan
pandangan datar, Aa berbincang dengan jamaah di sebelah kirinya. Dialognya ringan. Menjelaskan dari poin di atas.
Dicontohkan, ada sales girl menyapa seorang ibu yang sedang menyapu di lingkungan rumah.
Sales tersebut memanggilnya dengan sebutan “bibi” yang dikonotasikan dengan
pembantu rumah tangga (PRT).
Padahal
yang sedang menyapu itu adalah majikan. Ia tidak terima disebut dengan bibi. Sebutan itu terlalu rendah baginya.
“Bi....bibi...., tuan rumahnya ada gak,” sapa sales girl itu.
“Saya
tuan rumahnya tahu,” jawab dengan nada keras.
“Iya
bi, saya juga mengerti, bibi ingin dianggap tuan rumah. Ini tuan rumah yang
asli?”
“Kurang
ajar kamu,” jawab dengan nada kesal.
“Iya
saya tahu, ini tuan rumah yang asli atau palsu.”
Si
majikan tadi darahnya naik, setinggi langit tingkat satu.
“Kenapa
harus marah,” kata Aa membahas dialog tersebut.
Disebut
bibi kenapa? Kenapa marah? Itu karena sombong. Berprofesi menjadi bibi,
pembantu rumah tangga dengan majikan itu karena masalah takdir.
Contoh
lagi. Begitu juga ada seorang majikan, laki-laki, yang sedang dekat di
motornya. Suatu ketika datang orang yang minta untuk diantarkan. Majikan itu
dikira sebagai tukang ojek pangkalan.
“Disebut
tukang ojek, gak usah marah. Biasa saja," imbau Aa
“Memangnya
tukang ojek hina?”
Aa
menggarisbawahi sebagai intisarinya.
“Kita
tersinggung karena kita sombong.”
Aa
Gym pun mengaku juga pernah dianggap bukan sebagai dai kondang. Tapi orang
biasa. Peristiwanya pada tahun 2014 di Balai Kota, Jakarta. Saat naik motor
ketika sampai di lokasi acara bergengsi distop hansip.
Aa
sebenarnya ingin masuk. Gabung dengan tempat parkir orang-orang VIP. Tapi
olehnya diminta untuk parkir di tempat sepeda motor pada umumnya, orang-orang biasa.
“Saya
Abdullah Gymnastiar,” terang Aa membela diri, memperkenalkan namanya.
“Mau
Abdullah, Abdurahman kek, parkirnya di situ,” jawab hansip itu sambil
menunjuk tempat parkir.
Aa
pun akhirnya mengalah. Dan mengikuti arahannya.
“Oleh
Allah diatur kayak gitu hadirin. Supaya tahu dirilah. Sudahlah biasa-biasa saja
ya,” nasihat Aa ke jamaah pengajian.
Aa
pun melanjutkan dialog dengan pokok pikiran yang sama beserta contoh lain.
Termasuk saat popularitasnya naik daun. Lalu juga saat popularitasnya menyusut.
“Suuttt... berkurang (popularitasnya). O begini ya. Tapi saya jadi tahu, (mana) sahabat
sejati, pada waktu dunianya sedang diambil oleh Allah.”
Saat
ketenarannya sedang turun ke ranting, ada sahabat-sahabatnya yang terus memberi
support.
“Alhamdullilah,
Daarut Tauhiid dibangun oleh teman-teman sejati.”
“Kalau
Anda sedang punya dunia, jangan terkecoh oleh orang-orang yang menghargai kita.
Karena boleh jadi yang dihargai itu dunianya. Maunya dari dunia kita.
Mengerti?”
Dia
meminta kepada ibu-ibu. Jika suami punya jabatan tinggi diminta untuk biasa.
Tidak menjadi sombong. Jangan merasa menjadi atasan suami.
“Suami
kolonel, ibu jadi jenderal. Jangan,” serunya.
“Ibu
kan gak daftar, gak ikut seleksi, gak ikut latihan.”
Terkait
jangan ini dibalas budi, Aa memberi rumus.
“Lakukan
lupakan. Lakukan lupakan. Lakukan lupakan."
Aa
Gym meminta agar selalu melupakan kebaikan.
“Perlukah
kita mengingat-ingat kebaikan kita.”
“Jawab,"
harap Aa agar jamaah membalas dialog.
“Tidak,”
seru jamaah dengan nada keras.
“Perlukah
kita menyebut-nyebut kebaikan kita?" tanya Aa lagi.
“Tidak,”
jawab jamaah
“Jawab
hadirin,” seru Aa agar jamaah bisa menjawab kembali tanpa keraguan sedikit pun.
“Tidak,”
jawab jamaah kompak bagai paduan suara.
“Kalau
kita mengingat kebaikan orang lain, hati jadi tenang atau gak enak. Kalau
mengingat kebaikan orang lain ke kita, Allah suka. Hati kita bahagia. Kalau
kita mengingat kebaikan ke orang. Allah tidak suka. Maka hati kita
gelisah."
“Karena
aslinya bukan kita yang berbuat baik. Tapi Allah yang berbuat baik dan kita
diuji jadi jalan, Itu rumus."
Aa memberi gambaran. Dicontohkan saat
membangun masjid. Sebenarnya yang membangun secara hakiki bukan manusianya.
Hanya saja manusia sebagai jalannya untuk membangun.
Allah
yang membangun masjid. Kita diuji jadi jalan. Kalau merasa ini masjid saya,
pasti tak enak di hati. Karena Allah tidak suka.”
Ketika
memberi sedekah ke anak yatim pun juga harus begitu. Jangan merasa kita yang
memberi. Manusia hanya perantaranya saja.
“Bukan
kita nyumbang anak yatim, tapi rezeki anak yatim dititipkan ke kita. Kalau kita
mengaku-ngaku, saya yang membiayai anak yatim. Lihat. Hatinya pasti gak enak
dan kemuliaannya jadi rontok."
Kalau
pun ditanya oleh orang lain, yang kemudian memuji Anda saat memberi santunan
kepada anak yatim, jawab saja bahwa itu sudah menjadi rezeki yang bersangkutan.
“Ah
itu sudah rezekinya, saya sih cuma ketitipan aja.”
“Dijamin
hati jadi tenang. Betul?" tanya Aa dengan tegas.
“AA
Gym bangun Daarul Tahuiid. Engak-enggak, itu Daarul Tauhiid sudah tertulis di
lauhul mahfudz. Sebelum saya diciptakan. Udah beres. Saya sih nebeng aja. Nebeng,
nebeng beken. Gak kebayang membangun pesatren besar (dengan biaya ratusan
miliar),” jelasnya.
Semua
itu Allah yang mengatur. Sikapnya biasa saja. Tanpa besar kepala.
“Kalau
kita dapat kesuksesan, sucikan Allah. Jangan merasa ini karena kesucian kita,
karena kehebatan kita. Puji Allah, ini adalah karunia Allah.”
Manusia
jangan mengklaim bahwa yang dilakukan adalah karena kepintaran, karena
kecerdasan.
“Jangan ngaku-ngaku ini kehebatan saya. Ini
kerja keras saya, ini jasa saya, ini ide cemerlang saya,”
“Laa hawla wa laa quwwata illa billah, tidak
ada dan kekuatan kecuali atas izin Allah,” tandasnya.
Hingga
akhir ceramah yang nampak dalam video tersebut, air mineralnya juga belum
diminum. (titahkita.com)
SHARE KONTEN DAKWAH BERPAHALA
“Barang siapa yang menunjuki kepada kebaikan, maka dia akan mendapatkan pahala seperti pahala orang yang mengerjakannya." HR. Muslim no. 1893