Maksiat Boleh Dilakukan Asal Penuhi 5 Syarat ini
Nov 7, 2017
Edit
---
BERMAKSIAT
imbal baliknya dosa.
Maksiat
dalam kacamata agama Islam berbuat sesuatu yang dilarang Allah. Judi dilarang.
Mabuk-mabukan dilarang. Selingkuh juga dilarang.
Berbuat
maksiat condong pada kemungkaran. Maksiat juga dapat melemahkan dan memutuskan
jalan menuju Allah.
Tetap
masih mau maksiat seperti contoh di atas? Boleh-boleh saja. Asal memenuhi lima
syarat.
Ustadz
Abdul Somad LC, menjelaskan, sebagaimana dalam video di Youtube. Ustadz kondang
itu mengutip obrolan Ibrahim bin Adham dan Jahdar bin Rabi'ah.
Ibrahim
bin Adham merupakan ulama yang juga Raja Balkah. Dari refrensi yang ada,
Ibrahim bin Adham merupakan murid Nabi Khidir.
Sedangkan
Jahdar merupakan laki-laki yang gemar maksiat. Jahdar meminta nasihat pada
Ibrahim agar bisa menghentikan maksiatnya. Ibrahim memperbolehkan maksiat,
asalkan tidak dilihat Allah.
"Maka,
carilah tempat yang tidak bisa dilihat Allah."
Itu
syarat pertama.
“Kalau
kau sudah dapat, berbuatlah maksiat."
Tapi
semua itu tidaklah mungkin. Sebab, Allah Maha Melihat. Dimana pun berada tetap
terlihat.
Manusia
itu bisa berbuat maksiat karena mengingkari hatinya. Disamping itu juga ada
bisikan setan.
"Bisikan
setannya, misal kalau kau sedekah nanti kau miskin."
Dampak
dari itu, adalah keraguan. Sehingga bisa condong tidak jadi bersedekah.
Yang
kedua, bila mampu mengundur kematian, maka Ibrahim mempersilahkan Jahdar
bermaksiat.
Tapi
nyatanya juga tidak bisa. Waktu kematian manusia menjadi rahasia Allah.
Waktunya tidak bisa ditawar. Diundur semenit pun tidak bisa.
Ketiga,
maksiat boleh dilakukan. Tetapi jangan engkau lakukan maksiat di atas bumi
Allah.
“Bumi
mana? Bumi yang bukan bumi Allah,” tanyanya.
“Semua
tanah ini milik Allah SWT."
“Bumi
Allah ini luas, Mesir, Maroko. Semua bumi Allah. Kalau ini bumi Allah, maka
jangan lakukan maksiat.”
“Sehingga
semua dalam penguasaan Allah. Kemana engkau menghadap, itu adalah bumi
Allah."
Ustadz
Somad, kembali melanjutkan isi nasihat Ibrahim bin Abham ke Jahdar.
Poin
keempat.
Bila
ingin maksiat, maka lakukan asal tidak memakan makanan rezeki dari Allah.
Rezeki bukan hanya soal makan, tetapi termasuk alam semesta yang bisa
dimanfaatkan manusia.
“Bernafas
dengan paru-paru, itu rezeki dari Allah. Yang ditarik dan dihembuskan dari
rezeki milik Allah."
Orang
yang bermaksiat dalam hatinya memiliki kecondongan. Bahwa segala sesuatu yang
dipunyainya adalah miliknya dirinya sendiri. Karena usahanya sendiri.
"Ini
punya saya pak ustadz. Ini dari mana? dari kerja. Kerja karena ada kemampuan.
Kerja pakai tangan. Tangannya dari mana?"
Semua
anggota badan ini dari Allah. Dari ujung kaki sampai ujung rambut.
"Rezeki
itu titipan Allah. Kalau kaya tidak sombong, kalau miskin tak sedih."
Kelima.
Manusia
kalau mau berbuat dosa, maka menolaklah kalau ditarik malaikat. Tapi ini juga
tidak mungkin dilakukan. Sebab, malaikat adalah makhluk kuat.
“Sangkamu
(pikirmu) malaikat itu kecil macam (seperti) sekurity. Ditangkap dua sekurity
saja sudah tidak bisa apa-apa. Sebesar apa malaikat itu? buka dalam Alquran,
malaikat itu mahkluk bersayap, dua, tiga, empat. Dari satu sayap ke sayap ke
satunya, antara timur dan barat."
“Makanya
nabi tidak mau melihat Jibril dalam bentuk utuh."
Sanggupkan
membantah di depan malaikat yang mencatat amal buruk kita karena maksiat?
Sanggupkah
engkau mengingkari perbuatan dosa dalam catatan?
Tentu
tidak sanggup! (titahkita.com)